Studi Institut PERSETIA 2024: Digital Theology

Studi Institut PERSETIA 2024 mengusung tema Theology Digital, dan diselenggarakan di Rumah Reat-Reat Elika, Bandungan, Kabupaten Semarang pada tanggal 15-18 Juli 2024, dengan Nyonya dan Tuan Rumah STT Simpson Ungaran. Untuk mendalami tema tersebut, para narasumber membuka wawasan dan memberi prespektif mengenai apa itu Teologi Digital, bagaimana teknologi digital dalam pembelajaran, kultur dan etika dalam dunia digital, serta bagaimana memanfaatkan Artificial Intelligence dalam proses dan pelaksanaan penelitian.

Materi-materi tersebut didalami pada saat ceramah, dan seterusnya para peserta Studi Institut mengelaborasinya melalui diskusi kelompok, dengan pokok-pokok diskusi yang telah dipersiapkan oleh project officer, yakni menyakut tantangan atau persoalan yang dihadapi, pendekatan atau jawaban yang diperlukan dalam menantang badai digital yang sedang merasuk kehidupan, dan usul-usul tindak-lanjut.

Studi Institut dihadiri oleh 38 peserta yang mendaftar, 3 partisipan, dan 40 peserta yang hadir melalui Zoom mengikuti talk show yang memang diperuntukan bagi peserta umum. Di hari pertama, setelah ibadah serta Project Officer membuka dan menyampaikan orientasi program, Dr. Leonard Chrysostomos Epafras menyampaikan materi yang bertajuk Teologi Digital, dengan sebuah pertanyaan provokatif dan mendasar, “Apakah teologi digital untuk kemanusiaan, atau bagi kemanusiaan?” Salah satu peserta, menandaskan bahwa “teologi digital” menurutnya, “proses berteologi yang menggunakan media digital.” Dalam argumentasinya, Dr. Leo menanggapi bahwa jawaban itu benar, namun perlu disadari juga bahwa berteologi digital adalah berteologi manusia (homo technologicus), manusia tetap menjadi yang substantif, sedangkan teknologi bersifat instrumentalis. Praktik sosial, merupakan jangkar utama. Dalam pada itu, core value teologi digital adalah menjunjung kemanusiaan ketika memasuki semua platform digital dan penggunaan teknologi, sambil memiliki kesadaran bahwa technology adalah pharmacon (obat sekaligus racun).


Dalam kesempatan berikutnya, Dr. Leonard Chrysostomos Epafras, kembali menyampaikan materi yang bertajuk Pedagogi Digital. Di awal, dengan tetap mempertahankan core value bahwa manusia lebih penting dari teknologi, Dr. Leo membuka dengan pertanyaan “Apa gambar diri Anda sebagai Dosen?” dan “Apa visi Anda sebagai Dosen?” Pertanyaan ini meskipun mendapat berbagai respon berbeda dari setiap peserta, namun memberikan penekanan bahwa “manifesto” meminjam istilah Dr. Leo, sangat penting untuk menentukan arah langkah dan sikap dosen terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Poin mendasar ini, sangat penting dimiliki orang pengajar, sebelum nantinya “berkelana” dan menggunakan teknologi dalam mengajar, meneliti, dan pelayanan pada masyarakat luas.


Setelah diberikan pondasi dasar mengenai teologi digital, maka dilanjutkan dengan materi AI dalam penelitian oleh Arnis Silvia, S.Pd, M.Pd, Ph.D Cand. Arnis, memberikan fokus pada perkembangan Artificial Intelligence, Tantangan scholar di era AI, AI Tools dalam Riset. Perkembangan dan perubahan yang paling nyata adalah AI mentransformasi penulisan ilmiah, yang dalam perkembangannya menjadikan pro dan kontra karena AI telah menyederhanakan proses, malas berpikir, dan pelagiarisme. Arnis memberi tekanan bahwa perkembangan AI mesti diimbangi dengan validasi, akurasi, dan identifikasi dari Dosen yang menggunakan AI. Para dosen, menurut Arnis, memiliki peran yang signifikan dan sulit untuk digantikan AI seperti: menentukan rationale dan signifikansi penelitian, memahami konteks sosial, politik, budaya, ruang dan waktu dari objek yang diteliti. Higher order thinking (analysis, synthesis), menyusun argument yang tepat, akurat, relevan, berkualitas, dan memiliki ciri khas atau “authorial voice” juga merupakan modal kuat yang masih relevan dalam relevansinya dengan pengembangan AI.

Studi Institut PERSETIA juga memberikan ruang kepada peserta untuk mempresentasikan makalah mereka. Ruang ini diciptakan sebagai ruang belajar bersama, sebelum semua makalah-makalah tersebut dipublikasikan di juranl bereputasi. Empat pemakalah yang dalam kegiatan Studi Institut PERSETIA, yakni: Tanggung Jawab Teologis dalam Upaya Mengada di Dunia Digital oleh Andreas Christanto, M.Th., Upaya Rekonstruksi Teologi Hospitalitas Lintas Agama di Ruang Digital : Respon Teologis Terhadap Praktik Diskriminasi Berbasis Agama, Suryaningsi Mila., Desiring God: Model Tuhan di Era Digital Melalui Perdebatan Jacques Derrida dan Richard Kearney oleh John Christianto Simon., Berteologi dalam Ruang Digital: Sebuah Analisis terhadap Pemanfaatan Media Digital untuk Komunikasi Injil oleh I Putu Ayub Darmawan.

Selain pertukaran gagasan oleh para akademisi, kegiatan ini juga membuka ruang bincang-bincang pengalaman. Wonder of Worship dan Ignite GKI, menjadi pemantik dalam percakapan ini. Sharing pengalaman dalam pemanfaatan plattform digital dalam pelayanan, menjadi bahan percakapan yang memperlihatkan bagaimana YouTube, Instagram, website, dll., bisa dipakai sebagai media untuk pelayanan. Dalam kesempatan tersebut, juga sedikit diceritakan bagaimana proses dan pembiayaan dalam memproduksi konten.

Kegiatan yang berlangsung selama 4 hari ini, ditutup dengan ibadah, setelah sebelumnya para peserta dan project officer menyepakati Rencana Tindak Lanjut yang bisa dilakukan oleh sekolah-sekolah anggota PERSETIA ke depan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*